Minggu, 14 November 2010

Pertentangan Sosial dan Integrasi Masyarakat

A. Perbedaan Kepentingan dan Konflik
Kepentingan merupakan dasar dari timbulnya tingkah laku individu. Individu bertingkah laku karena ada dorongan untuk memenuhi kepentingannya. Kepentingannya ini sifatnya esensial bagi kelangsungan hidup individu itu sendiri. Jika individu berhasil dalam memenuhi kepentingannya, maka ia akan meras puas, dan sebaliknya kegagalan dalam memenuhi kepentingan ini akan banyak menimbulkan masalah baik bagi dirinya maupun bagi lingkungannya.
Dalam mengkomunikasikan harapannya kelompok yang berkepentingan dihadapkan pada kekuatan norma dan tata nilai masyarakat yang secara konsensual diterima sebagai nilai universal. Antara komunikasi harapan dengan standar normatif tidak selalu sejalan, sehingga komunikasi harapan ini masih harus melalui proses persetimbangan super ego. Ketidaksesuaian pandangan antara kedua kekuatan tersebut menimbulkan suatu sikap yang bertentangan yang diwujudkan dengan kesalah pahaman di antara keduanya. Pada pertama lahirlah yang dikatakan dengan pernyataan konflik baik dalam bentuk pernyatan maupun bentuk-bentuk langsung dalam berbagai aksi.
Dalam hal ini sering mengakibatkan terjadinya konflik dalam bentuk perdebatan. Awalnya konflik dimulai dengan dengan pertentangan yang bersifat idiologis dan kemungkinan akan berakhir pada saat salah satu pihak memaksakan pengertian mereka tentang moral maupun suatu harapan yang diikuti dengan kesadaran bahwa salah satu diantaranya telah berbuat kekeliruan.
Beranjak dari asumsi bahwa dasarnya konflik berasal dari perbedaan ideologi, maka kita akan melihat timbulnya perbedaan kepentingan sesuai dengan landasan ideology yang dianutnya. Melihat ideology dalam suatu pengertian yang operasional. Menurut Alfian ideology dapat diartikan sebagai suatu pandangan atau system nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaiknya yaitu secara moral dianggap benar dan adil, mengatur tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka.

B. Prasangka
Prasangka adalah tindakan yang dapat merugikan pertumbuhan, perkembangan dan bahkan integrasi masyarakat. Dari peristiwa kecil yang menyangkut dua orang dapat meluas dan menjalar, melibatkan sepuluh orang golongan atau wilayah disertai tindakan-tindakan kekerasan dan destruktif yang merugikan.
Prasangka merupakan salah satu bentuk sikap social yang dapat terjadi antara satu orang dengan orang lain dan dapat pula berlaku antara satu kelompok dengan kelompok yang lain. Prasngka dapat berorientasi kepada hal yang bersifat positif, tetapi umumnya dalam studi sosiologi diarahkan kepada kikap negatif.
Untuk menutupi permasalahan-permasalahan yang melahirkan prasangka itu dengan mencari mata rantai penghubungnya. Dalam hal ini ada beberapa usaha yang mungkin dilaksanakan yaitu:
1. Dimulai dari pendidikan anak-anak di rumah dan di sekolah oleh orang tua dan guru
2. Adanya sifat keterbukaan dalam pengertian yang lus antara satu kelas sosial dengan kelas social lainnya, maupun antara satu kelompok social dengan kelompok social lainya.
3. Memanfaatkan berbagai media massa baik cetak maupun elektronika untuk memperkenalkan berbagai kelompok dalam masyarakat/Negara bahkan dunia.
4. Integrasi antar golongan secara intensif.

C. Diskriminasi
Prasangka yang demikian intens dan fanatik akan menjerumus kepada tindakan tindakan yang bersifat otoriter terhadap kelompok yang diprasangkai. Sikap prasangka ini akan mengarah kepada sikap diskriminasi tergantung pada dukungan yang diberikan oleh kebudayaan suatu kelompok terhadap sikap otoriter dalam mengembangkan kekuatan dan kekuasaannya. Hal ini sejalan dengan konsepsi diskriminasi yang dikatakan oleh Gerungan sebagai perkembangannya, bahkan mengencam kehidupan pribadi orang-orang hanya oleh karena kebetulan termasuk golongan yang diprasangkai.
Diskriminasi ini timbul karena pandangan-pandangan stereotif yang selanjutnya digunakan untuk memperoleh keuntungan-keuntungan tertentu yang umumnya berorientasi politik dan ekonomi. Dengan adanya sikap-sikap menghambat, mematikan dan mencemooh suatu kelompok lain akan menimbulkan rasa antipasti dan permusuhan antar kelompok yang merupakan manifestasi dari konflik.
Perlu disadari bahwa sikap social negative ini berkembang dari adnya sikap tersebut pada individu-individu yang ada dalam kelompok. Individu-individu yang telah memiliki pandangan yang sama tentang nilai kelompoknya yang memiliki kaitan secara psikis dan dapat mengubah konflik pribadi antar kelompok menjadi konflik antar kelompok secara keseluruhan.

D. Ethnosentris
Ada kecendrungan bahwa suatu kelompok etnis tertentu measa bahwa kebudayaan kelompoknyalah yang menenpati urutan tangga teratas sebagai kebudayaan yang utama. Sedangkan kebudayaan etnis lain dianggapnya sesuatu yang tidak logis, aneh, bertentangan dengan kehendak alam, dan seterusnya. Inilah sumber utama bagi suatu Negara yang tergolong pluralistis seperti India, Birma, Filiphina dan Negara-negara lain yang memiliki berbagai suku bangsa termasuk Indonesia, dalam rangka integrasi nasional. Kecendrungan seperti itu disebabkan karena satu kelompok etnis mengukur kebudayaan lain dengan ukuran kebudayaannya sendiri.
Kecendrungan untuk menilai unsur-unsur kebudayaan lain dengan menggunakan ukuran kebudayaan sendiri inilah yang disebut dengan sikap etnosentris. Sikap etnosentris dalam masyarakat pluralis akan terus berkembang jika tidak ada wadah atau sarana integrasi yang efektif berupa suatu nilai kebudayaan yang universal. Kondisi seperti ini akan menimbulkan komflik antar golongan etnis dalam suatu Negara.

E. Konflik dalam Kelompok
Seorang sosiolog, Coolry, mengatakan bahwa “semakin dalam seseorang memikirkan tentang konflik, maka akan semakin sadarlah dia bahwa konflik dan kerjasama adalah dua hal yang tidak terpisahkan, bahkan merupakan fase-fase dari suatu proses yang selalu mencakup keduanya.
Dengan demikian dapat kita katakana bahwa konflik yang dapat menimbulkan ketegangan adalah konflik yang telah menyangkut masalah-masalah perasaan dan fungsi-fungsi kerohanian lain dari individu maupun kelompok. Hal-hal umum yang sering menjadi masalah peka dalam integrasi sosial dan sering menimbulkan ketegangan antara lain masalah-masalah pemenuhan kebutuhan (ekonomi), kehormatan, ideology dan kekuasaan. Masalah-masalah tersebut dapat terjadi antar individu, antar kelompok dan antar Negara-negara bangsa.


F. Intergrsasi Masyarakat dan Nasional
Integrasi masyarakat dapat diartikan adanya kerjasama dari seluruh anggota masyarakat, mulai dari individu, keluarga, lembaga, dan masyarakat secara keseluruhan sehingga menghasilkan persenyawaan-persenyawaan berupa adanya consensus nilai-nilai yang sama dijunjung tinggi. Dalam hal ini terjadi akomatasi, asimilasi, dan berkurangnya prasangka-prasangka di antara anggota masyarakat secara keseluruhan.
Integrasi masyarakat akan terwujud apabila mampu mengendalikan prasangka yang ada di masyarakat sehingga tidak terjadi konflik, dominasi. Tidak banyak system tidak saling melengkapi, dan tumbuh integrasi tanpa paksaan. Oleh karena itu untuk mewujudkan masyarakat majemuk dilakukan dengan mengatasi atau mengurasi prasangka.
Hal yang penting mengamati dimensi kemajemukan suatu masyarakat dapat dilakukan dengan melihat jumlah kelompok yang berbeda kebudayaan, konsensus anggota-anggota masyarakat terhadap nilai di individu pindah dari suatu kelompok ke kelompok lainnya.
Dalam memahami integrasi masyarakat juga ada integrasi nasional yang sama-sama menyangkut masalah struktur, yaitu organisasi-organisasi formal melalui organisasi-organisasi itu masyarakat menjalankan keputusan-keputusan yang berwenang seperti misalnya partai politik atau organisasi nonformal sebagai organisasi masyarakat. Kesemuanya menjadi anggota nasional sehingga dapat dihasilkan persenyawaan-persenyawaan nasional.
Untuk terciptanya integrasi nasional perlu adanya suatu jiwa, suatu asas spiritual, suatu solidaritas yang terbenetuk dari persamaan yang timbul sebagai akibat pengorbanan yang telah di buat dan bersedia dibuat lagi pada masa depan (Ernes Kenan, 1825-1892). Perlu di cari bentuk-bentuk akomodatif yang dapat mengurangi konflik sebagai dari prasangka, yang meliputi enam, yaitu:
a. Sistem budaya seperti nilai-nilai pancasila dan UUD 1945
b. Sistem social seperti kolektif-kolektifsosial dalam segala bidang
c. Sistem kepribadian yang terwujud sebagai pola-pola penglihatan (persepsi), persamaan (cathexis), pola-pola penilaian yang dianggap pola-pola keindonesiaan.
d. Sistem organic jasmaniah, dimana nasional tiadak didasarkan atas persamaan ras.
Untuk mengurangi prasangka, keempat system itu harus di bina, di kembangkan, dan di perkuat sehingga perwujudan nasional Indonesia tercapai.

(sumber: http://sashabintang.blogspot.com/2010/05/pertentangan-sosial-dan-integrasi.html)

0 komentar:

Posting Komentar